Para pembaca, semoga Allah subhanahu wata’ala senantiasa
merahmati kita semua. Setiap insan tentu berharap dan mendambakan
kehidupan yang bahagia di dunia dan lebih-lebih di akhirat kelak. Hal ini tidaklah bisa dicapai kecuali dengan menerima segala apa yang datang dari Allah subhanahu wata’ala dan mengikuti petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Al Ahzab: 71)
Dan demikian pula sebaliknya, segala bentuk kehinaan dan malapetaka
bersumber dari sikap antipati dan berpaling dari peringatan Allah
subhanahu wata’ala dan peringatan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Adalah sunnatullah, tidak ada seorangpun yang menolak dan mendustakan
ajaran yang dibawa oleh para nabi, kecuali ia akan hina dan binasa.
Allah subhanahu wata’ala dengan tegas menyebutkan dalam firman-Nya
(artinya):
“Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling.” (Thaha: 48)
Lihatlah kisah umat-umat terdahulu seperti kaum ‘Ad, Tsamud, Qarun, Fir’aun dan Haman, Allah subhanahu wata’ala telah
membinasakan mereka disaat mereka mendustakan dan berpaling dari ajaran
yang dibawa oleh nabi yang diutus kepada mereka. Demikian pula apa yang
telah terjadi pada umat nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, Allah subhanahu wata’ala
telah menurunkan satu surat khusus yang berisi vonis kebinasaan bagi
para pembangkang dan pengacau dakwah. Surat tersebut adalah Surat Al
Masad atau dinamakan juga dengan surat Al Lahab. Surat ini terdiri atas 5
ayat dan termasuk golongan surat-surat Makkiyyah.
Sebab Turunnya Surat
Suatu hari, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam naik ke
bukit Shafa. Beliau naik sampai kepuncaknya, kemudian berseru, “Ya
shabahah!” (kalimat peringatan yang biasa mereka gunakan untuk
mengabarkan akan adanya serangan musuh atau terjadinya peristiwa yang
besar).
Kemudian beliau shalallahu ‘alaihi wasallam mulai memanggil
kabilah-kabilah cabang dari kabilah Quraisy dan menyebut mereka kabilah
per-kabilah, Wahai bani Fihr, wahai Bani Fulan, wahai Bani Fulan, wahai
Bani Abdu Manaf, wahai Bani Abdul Muththalib!” ketika mendengar
(panggilan tersebut), mereka bertanya, siapa yang berteriak-teriak itu?
Mereka mengatakan, “Muhammad.” Maka orang-orang pun bergegas menuju
beliau shalallahu ‘alaihi wasallam, sampai-sampai seseorang yang tidak
bisa datang sendiri mengirim utusan untuk melihat apa yang sedang
terjadi.
Ketika mereka telah berkumpul, beliaupun berbicara: “Apa pendapat
kalian seandainya aku beritahukan kepada kalian bahwa ada pasukan
berkuda di lembah bukit ini yang akan menyerang kalian, apakah kalian
mempercayaiku?” Mereka menjawab: “Ya, kami tidak pernah menyaksikan
engkau melainkan selalu bersikap jujur.” Beliaupun berkata:
“Sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan kepada kalian dari
siksa yang pedih. Permisalanku dengan kalian hanyalah seperti seseorang
yang melihat pasukan musuh kemudian bergegas untuk mengawasi keluarganya
(mengamati dan melihat mereka dari tempat tinggi agar mereka tidak
didatangi musuh secara tiba-tiba) karena ia khawatir musuh akan
mendahuluinya, maka ia pun berseru, “Ya, shabahah.”
Kemudian beliau shalallahu ‘alaihi wasallam mengajak untuk
bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan bahwa
Muhammad adalah utusan Allah. Lalu beliau menjelaskan kepada mereka
bahwa kalimat syahadat merupakan kekuatan dunia dan keselamatan akhirat.
Kemudian beliau shalallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan
mereka agar waspada dari siksa Allah. Dijelaskan pula bahwa keberadaan
beliau sebagai rasul tidak bisa menyelamatkan mereka dari siksa dan
menolong mereka sedikitpun dari (keputusan) Allah. Beliau memberi
peringatan tersebut secara umum dan khusus. Beliau mengatakan: “Wahai
orang-orang Quraisy, korbankanlah diri-diri kalian karena Allah!
Selamatkanlah diri-diri kalian dari api neraka! Sesungguhnya aku tidak
bisa memberikan mudharat kepada kalian dan tidak pula manfaat, serta aku
tidak bisa menolong kalian sedikitpun dari (keputusan) Allah! Wahai
Bani Ka’ab bin Luay, selamatkan diri-diri kalian dari api neraka!
Sesungguhnya aku tidak bisa memberi mudharat dan tidak pula manfaat!
Wahai Bani Ka’ab bin Murrah, selamatkan diri-diri kalian dari api
neraka! Wahai Bani Qushay, selamatkan diri-diri kalian dari api neraka!
Sesungguhnya aku tidak bisa memberikan mudharat dan tidak pula manfaat!
Wahai bani ‘Abdu Syams, selamatkanlah diri-diri kalian dari api neraka!
Wahai bani Abdu Manaf, selamatkan diri-diri kalian dari api neraka!
Sesungguhnya aku tidak bisa memberikan mudharat dan tidak pula manfaat!
Wahai bani Hasyim, selamatkan diri-diri kalian dari api neraka! Wahai
bani ‘Abdul Muthalib, selamatkan diri-diri kalian dari api neraka!
Sesungguhnya aku tidak bisa memberikan mudharat dan tidak pula manfaat,
serta aku tidak bisa menolong kalian sedikitpun dari (keputusan) Allah!
Mintalah kepadaku dari hartaku sebanyak yang kalian suka, namun aku
tidak bisa menolong kalian sedikitpun dari (keputusan) Allah! Wahai
‘Abbas bin ‘Abdul Muthalib, aku tidak bisa menolongmu sedikitpun dari
(keputusan) Allah! Wahai Shafiyyah bintu ‘Abdil Muththalib (bibi
Rasulullah), aku tidak bisa menolongmu sedikitpun dari (keputusan)
Allah! Wahai Fatimah bintu Muhammad Rasulullah mintalah kepadaku dari
hartaku sebanyak apa yang engkau mau, selamatkan dirimu dari api neraka,
aku tidak bisa menolongmu sedikitpun dari (keputusan) Allah! Karena
kalian memiliki hubungan silaturahmi maka akan aku basahi dengan airnya (maksudnya akan aku sambung hubungan silaturahmi tersebut sesuai haknya).”
Setelah selesai beliau menyampaikan peringatan tersebut,
orang-orangpun bubar dan bertebaran. Tidak disebutkan keadaan bahwa
mereka menampakkan suatu penentangan ataupun dukungan atas apa yang
telah mereka dengar, kecuali apa yang terjadi pada Abu Lahab. Ia menemui
Nabi dengan nada yang kasar. Ia berkata, “Celakalah engkau
selama-lamanya! Cuma untuk inikah kamu kumpulkan kami?” Maka turunlah
ayat (artinya): “Telah celaka kedua tangan Abu Lahab dan diapun celaka.” (Al-Lahab:1)
Kandungan surat Al Lahab
Ayat pertama
تَّبَّتْ يَدَا أَبِيْ لَهْبٍ وَتَبَّ
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa”
Abu Lahab adalah putranya Abdul Muththalib namanya Abdul ‘Uzza.
Dinamakan Abu Lahab karena ia kelak akan masuk ke dalam neraka yang
memiliki lahab (api yang bergejolak). Atas dasar inilah Allah subhanahu
wata’ala menyebutnya dalam kitab-Nya Al Quran dengan kun-yahnya (yaitu
nama/julukan yang diawali dengan Abu atau Ibnu, atau Ummu bagi
perempuan), dan bukan dengan namanya. Juga karena ia lebih tenar dengan
kun-yahnya. Dan juga karena namanya disandarkan kepada nama salah satu
berhala pada zaman itu. Dia adalah salah satu paman Rasul yang paling
besar permusuhannya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
sejak dikumandangkannya dakwah mengajak beribadah hanya kepada Allah
saja. Ayat ini turun sebagai bantahan kepadanya disaat menolak dan
enggan untuk mengikuti seruan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Mungkin para pembaca bertanya-tanya, mengapa Allah hanya menyebutkan
kedua tangannya saja yang akan binasa? Jawabannya adalah seperti yang
telah dijelaskan dalam kitab tafsir Adhwa`ul Bayan, bahwa penyebutan
tangan dalam ayat ini, masuk dalam kaidah penyebutan sebagian tetapi
yang dimaksudkan adalah keseluruhannya. Hal ini diketahui dari lafazh
setelahnya yaitu “Watabba” artinya: ia (Abu Lahab) telah binasa.
Dalam ayat ini, Allah subhanahu wata’ala memaksudkan
penyebutan kebinasaan seseorang dengan mencukupkan penyebutannya pada
kedua tangannya. Ya, karena memang kedua tanganlah yang mempunyai peran
besar dalam mengganggu dan menyakiti Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Ayat kedua
مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
“Tidaklah berfaedah (berguna) kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan”.
Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu menyebutkan: “Tatkala
Rasulullah mengajak kaumnya untuk beribadah hanya kepada Allah saja dan
meninggalkan sesembahan selain Allah, berkatalah Abu Lahab: “Jika apa
yang dikatakan putra saudaraku (Rasulullah) adalah benar aku akan
menebus diriku dari azab yang pedih pada hari kiamat dengan harta dan
anak-anakku.” Maka turunlah firman Allah Ta’ala (artinya): “Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan” (Tafsir Ibnu Katsir)
Ketika vonis binasa telah disandangnya, maka tidak bermanfaat lagi
apa yang telah diusahakannya dari harta-benda, anak istri, kedudukan,
jabatan dan lain sebagainya dari perkara dunia ini. Allah subhanahu wata’ala menegaskan dalam firman-Nya (artinya): “Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.”
Ayat ketiga
سَيَصْلَى نَاراً ذَاتَ لَهَبٍ
“Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.”
Kelak ia akan diliputi oleh api neraka dari segala sisinya
Ayat keempat
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
“Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar.”
Istri Abu Lahab merupakan salah satu tokoh wanita Quraisy. Namanya
adalah Auraa’ bintu Harb bin Umayyah kunyahnya Ummu Jamil, saudara
perempuannya Abu Sufyan (bapaknya Muawiyyah).
Sebagaimana suaminya, ia
juga merupakan wanita yang paling besar gangguan dan permusuhannya
terhadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Ia dan
suaminya bahu-membahu dalam permusuhan dan dosa. Ia curahkan segenap
daya dan upayanya untuk mengganggu dan memusuhi beliau shalallahu ‘alaihi wasallam.
Pernah ia membawa dahan yang penuh duri, lalu ia tebarkan di jalan yang
sering dilalui oleh Rasulullah pada waktu malam, sehingga melukai
beliau dan para shahabatnya.
Ketika mendengar turunnya ayat: “Telah celaka kedua tangan Abu
Lahab.” Ia pun datang, sambil tangannya menggenggam batu, ia
mencari-cari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Sementara
beliau tengah duduk bersama Abu Bakr di dekat Ka’bah. Kemudian Allah
subhanahu wata’ala menutup penglihatannya sehingga ia tidak bisa melihat
kecuali Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu saja. Maka ia pun bertanya, “Mana temanmu itu (Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam)?
Telah sampai kepadaku bahwa dia telah mengejekku dengan syair. Demi
Allah, seandainya aku menjumpainya, sungguh aku akan pukul mulutnya
dengan batu ini. Ketahuilah, demi Allah aku sendiri juga pandai
bersyair.” Kemudian iapun mengucapkan syair:
Orang tercela kami tentang
Urusan kami mengabaikannya
Dan agamanya kami tidak suka
Lalu ia pun pergi. Maka bertanya Abu Bakr, “Wahai Rasulullah,
tidakkah engkau mengira bahwa dia melihatmu?” Kemudian beliau pun
menjawab, “Dia tidak melihatku. Allah telah menutupi pengelihatannya.”
Maka terkumpullah di punggung wanita jahat ini dosa-dosa, seolah
orang yang mengumpulkan kayu bakar yang telah mempersiapkan seutas tali
di lehernya. Atau ayat ini bermakna pula di dalam neraka wanita ini
membawa kayu bakar untuk menyiksa suaminya sambil melilitkan dilehernya
seutas tali dari sabut. Sedangkan Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Qatadah dan
As-Sa’dy menafsirkan ayat ini dengan namimah. Maksudnya istri Abu Lahab
profesinya sebagai tukang fitnah. Al-Imam Muhammad bin Sirin
rahimahullah (salah seorang tokoh besar dan ulama` tabi’in) berkata:
“Istrinya Abu Lahab memfitnah Rasulullah dan para sahabatnya kepada
musyrikin.” (Fathul Bari dan Tafsir Ibnu Katsir)
Ayat kelima
فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدَ
“Yang dilehernya ada tali dari sabut.”
Al-Imam Al-Fara mengatakan: “Al-Masad adalah rantai yang ada di neraka, dan disebut juga tali dari sabut.” (Fathul Bari)
Faidah
Para pembaca yang semoga dimuliakan Allah, dalam surat Al Masad ini,
ada beberapa pelajaran yang bisa kita petik darinya, diantaranya:
1. Surat ini merupakan salah satu tanda dari tanda-tanda
kekuasaan Allah. Dimana Allah menurunkan surat ini dalam kondisi Abu
Lahab dan istrinya masih hidup, sementara keduanya telah divonis sebagai
orang yang akan disiksa didalam api neraka, yang konsekuensinya mereka
berdua tidak akan menjadi orang yang beriman. Dan apa yang dikabarkan
Allah subhanahu wata’ala Dzat Yang Maha Mengetahui perkara yang gaib
pasti terjadi.
2.Tidak berguna sedikitpun harta benda (untuk melindungi)
seseorang dari azab Allah ketika ia melakukan perbuatan yang
mendatangkan murka Allah subhanahu wata’ala.
3. Haramnya menganggu orang beriman secara mutlak.
4. Tidak bermanfaat sedikitpun hubungan kekerabatan seorang
musyrik, dimana Abu Lahab adalah pamannya Nabi tetapi ia di dalam
neraka.
Pelajaran yang bisa dipetik dari surat ini, antara lain:
1. Salah satu mukjizat dari Allah dengan diturunkannya surat ini -yang berisi kabar bahwa Abu Lahab dan istrinya akan masuk neraka- sedangkan mereka berdua masih dalam kondisi hidup
2. Konsekuensi dari surat ini adalah bahwa mereka berdua tidak akan masuk Islam, dan hal itu benar-benar terjadi sebagaimana yang diberitakan oleh Allah (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman [2/1308]).
3. Surat ini juga menunjukkan keabsahan pernikahan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik (lihat adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir [6/479])
4. Sebuah sunnatullah di dalam dakwah, bahwa seorang da’i senantiasa dihadapkan dengan musuh-musuh yang menentang dan merongrong dakwahnya. Bahkan, terkadang yang memusuhi dakwah adalah orang yang dekat dengan dirinya secara nasab/garis keturunan. Walaupun begitu, seorang da’i harus membekali dirinya dengan kesabaran dan keyakinan agar dakwahnya tetap terus berjalan. Karena kecintaan kepada Allah dan rasul-Nya itulah yang paling utama harus dibela dan dikedepankan. Dia tidak ridha apabila Allah dan rasul-Nya dilecehkan dan dihinakan.
1. Salah satu mukjizat dari Allah dengan diturunkannya surat ini -yang berisi kabar bahwa Abu Lahab dan istrinya akan masuk neraka- sedangkan mereka berdua masih dalam kondisi hidup
2. Konsekuensi dari surat ini adalah bahwa mereka berdua tidak akan masuk Islam, dan hal itu benar-benar terjadi sebagaimana yang diberitakan oleh Allah (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman [2/1308]).
3. Surat ini juga menunjukkan keabsahan pernikahan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik (lihat adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir [6/479])
4. Sebuah sunnatullah di dalam dakwah, bahwa seorang da’i senantiasa dihadapkan dengan musuh-musuh yang menentang dan merongrong dakwahnya. Bahkan, terkadang yang memusuhi dakwah adalah orang yang dekat dengan dirinya secara nasab/garis keturunan. Walaupun begitu, seorang da’i harus membekali dirinya dengan kesabaran dan keyakinan agar dakwahnya tetap terus berjalan. Karena kecintaan kepada Allah dan rasul-Nya itulah yang paling utama harus dibela dan dikedepankan. Dia tidak ridha apabila Allah dan rasul-Nya dilecehkan dan dihinakan.
Oleh sebab itu, siapa pun yang menentang Allah dan rasul-Nya
-meskipun sanak saudaranya sendiri- akan dia musuhi dan dia lebih
memilih sikap untuk berlepas diri. Allah ta’ala telah memberikan teladan
dalam ayat-Nya (yang artinya), “Sungguh telah ada pada diri Ibrahim
dan orang-orang yang bersamanya sebuah teladan yang bagus. Yaitu ketika
mereka berkata kepada kaumnya; Sesungguhnya kami berlepas diri dari
kalian dan dari segala yang kalian sembah selain Allah. Kami mengingkari
perbuatan kalian, dan telah tampak jelas antara kami dengan kalian
permusuhan dan kebencian, sampai kalian beriman kepada Allah semata.” (QS. al-Mumtahanah: 4).
Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Tidak akan kamu
temukan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir, akan
berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan rasul-Nya,
walaupun mereka itu adalah bapak-bapak mereka, atau anak-anak mereka,
atau saudara-saudara mereka, atau sanak kerabat mereka…” (QS. al-Mujadalah: 22)
Para pembaca yang semoga senantiasa dirahmati Allah subhanahu
wata’ala, mudah-mudahan dengan kita mengetahui tafsir surat Al Masad ini
akan menambah rasa tunduk dan patuh kita kepada Allah subhanahu
wata’ala dan menjadi pendorong bagi kita untuk melaksanakan segala
perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Amïn Yä Rabbal ‘Älamïn…